Pendidikan, “Solusi
Sederhana untuk Problematika Klasik”
Oleh:
Cipta Ningrum Dyah Anggraheni
Programmed for International Study Assessment (PISA) pada tahun
2012 menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah
dalam pencapaian mutu pendidikan. Peringkat tersebut dapat dilihat dari skor
yang dicapai pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan
sains. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dilihat betapa rendahnya
mutu pendidikan di Indonesia, dengan segala kekurangan yang ada seperti biaya
yang mahal, sarana dan prasana yang sangat minim dan kurangnya sosialisasi di
daerah pedalaman sehingga anak-anak yang di pengalaman tidak mengerti betapa
pentingnya pendidikan.
Hal tersebut data dilihat dari semakin menurunnya tingkat anak-anak yang
mampu bersekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Kompas mencatat bahwa 1,2 juta
siswa di Jawa Barat putus sekolah karena masalah biaya dan terbatasnya sarana
pendidikan. Sementara di Nusa Tenggara Timur tercatat bahwa 40.000 siswa tidak
melanjutkan sekolah karena masalah biaya. Berdasarkan data statistik Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 2006-2007, selisih jumlah siswa lulusan SMA/SMK negeri
dan swasta dan mahasiswa baru di Perguruan Tinggi Negeri dan swasta adalah
56,9%. Dengan kata lain, hanya 43,1% saja lulusan SMA dan SMK yang melanjutkan
ke perguruan tinggi.
Sayangnya pendidikan di negeri ini
selalu saja dihadapkan pada masalah klasik yang tak kunjung terpecahkan seperti
masalah kurikulum, kualitas guru, tunjangan guru, anggaran pendidikan, serta
para pejabat di bidang pendidikan yang tidak bervisi panjang dan bahkan
sebagiannya korup. Penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara
umum yakni efektifitas pendidikan di Indonesia yang juga sangat rendah. Salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak
tahu “goal” apa yang akan dihasilkan, sehingga tidak mempunyai gambaran yang
jelas dalam proses pendidikan.
Masalah-masalah tersebut selalu saja
dipecahkan setengah-setengah sehingga tak kunjung selesai sepenuhnya. Lihat
saja masalah kurikulum yang selalu mengundang perdebatan. Memang sudah
sewajarnya kurikulum berubah-ubah demi menjawab perubahan zaman. Namun
sayangnya selama ini perubahan kurikulum seperti menegasikan pencapaian yang
sudah dicapai kurikulum sebelumnya. Bahkan di akhir tahun lalu terdapat
kejadian menarik ketika Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies
Baswedan, membatalkan implementasi Kurikulum 2013 yang belum lama diresmikan
Menteri Pendidikan, Muhammad Nuh, yang menjabat pada pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.
Secanggih apapun kurikulum yang dibuat
dan seholistis apapun kurikulum yang diimplementasikan, hanya akan menjadi
onggokan huruf di atas kertas saja jika para guru tidak mampu menyerap dan
memaknai kurikulum tersebut. Kualitas guru juga selalu menjadi sumber
kekhawatiran dalam dunia pendidikan Indonesia. Sangat banyak guru di negeri ini
yang cerdas dan kreatif, namun guru yang kualitasnya biasa-biasa saja dan di
bawah standar tak kalah banyak. Sungguh sangat miris jika membayangkan anak
bangsa dididik oleh orang yang biasa-biasa saja bukan?
Untuk itu dibutuhkan keberanian, pengorbanan, dan kerelaan kita semua
untuk melakukan terobosan-terobosan terhadap batas-batas sistem yang telah
mapan dan baku. Negeri ini butuh pemimpin yang berpikir out of the box untuk melentingkan tingkat pendidikan bangsa ini.
Negara ini juga membutuhkan guru yang kreatif dalam metode pengajaran yang
diberikan. Dengan demikian, penyampaian materi menjadi semakin menarik dan
menjadikan waktu-waktu belajar menjadi waktu-waktu paling menyenangkan bagi peserta
didik. Guru harus sadar bahwa mereka adalah teman bagi murid. Guru pun harus mengubah
sudut pandang untuk berorientasi pada kualitas pengajaran. Tidak hanya dari
pengajar, tapi juga peserta didik, masyarakat, dan lingkungan. Karena dengan
mengutamakan kualitas, kemampuan individu menjadi berkembang sehingga dapat
berguna untuk kemajuan bangsa.
Pendidikan memang tidak hanya terbatas pada sekedar transfer pengetahuan
dan keahlian fungsional. Pendidikan harus menjadi kebutuhan, bukan lagi sebatas
kewajiban yang harus dilakukan, menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap orang selalu
haus akan ilmu, menghasilkan manusia yang tidak hanya cerdas dan rasional, tapi
juga berbudi pekerti luhur, dan yang tak kalah penting adalah pengembangan jati
diri dan kemampuan menularkan nilai-nilai kejujuran, kepedulian, kerja keras,
kesederhanaan, disiplin dan kebersamaan.
Satu-satunya harapan adalah agar
Indonesia menjadi negara yang lebih maju dengan meningkatkan mutu pendidikan
dan menghilangkan krisis pendidikan yang ada, agar semua anak Indonesia mampu
mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi sehingga dapat memperbaiki
kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing.
0 komentar:
Posting Komentar